Sudah tahukah saudara bahwa mayoritas penduduk Indonesia terpapar ancaman gempa bumi?
Hasil kajian BNPB et al., (2015) menyebutkan bahwa jumlah penduduk yang terpapar gempa bumi pada tingkat ancaman tinggi dan sedang lebih dari 148 juta atau 62,4% dari total penduduk Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia dalam kesehariannya menghadapi ancaman gempa bumi dengan tingkat ancaman tinggi dan sedang.
Ancaman bencana gempa bumi yang ada di Indonesia membawa dampak pada tingginya risiko yang dihadapi oleh masyarakat. Indeks Risiko Bencana di Indonesia (BNPB, 2023) menunjukkan bahwa 59,14% kota/kabupaten di Indonesia memiliki Indeks Risiko Bencana gempa bumi dengan kelas risiko tinggi, 39,88% pada kelas risiko sedang, dan 0,97% kabupaten/kota memiliki indeks risiko rendah. Pengkajian risiko objektif gempa bumi secara komperhensif telah dilakukan di Indonesia, namun apakah masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang berisiko telah memahami risiko yang dihadapi?
Risiko objektif merupakan risiko yang dapat diukur dan dihitung secara objektif seperti kemungkinan terjadinya gempa bumi dan potensi kerugian yang ditimbulkan. Pengkajian risiko gempa bumi yang dilakukan oleh BNPB merupakan risiko objektif, sedangkan risiko subjektif merupakan risiko yang dirasakan oleh individu sehingga memiliki potensi untuk tidak akurat, bahkan tidak rasional (Naime, 2017; Santeramo & Lamonaca, 2020). Tantangan manajemen risiko adalah adanya perbedaan persepsi masyarakat terhadap suatu risiko, seperti halnya pada manajemen risiko bencana gempa bumi.
Persepsi risiko merupakan subjektivitas individu dalam hal bagaimana ia melihat atau menilai karakteristik dari sebuah fenomena (Agrawal, 2018). Persepsi risiko memainkan peran penting dalam manajemen risiko bencana gempa bumi. Saat orang memiliki persepsi yang buruk atau tidak ada sama sekali tentang risiko tertentu, reaksi mereka terhadap bahaya mungkin tidak tepat atau bahkan menyebabkan keadaan lebih berbahaya (Mañez et al., 2016). Persepsi dan pengalaman risiko adalah salah satu prediktor kunci kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Persepsi juga memainkan peran utama dalam memotivasi individu untuk mengambil tindakan untuk menghindari, mengurangi, beradaptasi, atau bahkan mengabaikan risiko. (Wachinger et al., 2013). Tidak hanya dalam membentuk perilaku, persepsi risiko juga merupakan elemen dasar untuk meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan serta mencapai manajemen risiko bencana (Landeros-Mugica et al., 2016).
Pentingnya memahami persepsi masyarakat terhadap risiko, khususnya gempa bumi telah disampaikan oleh beberapa ahli. Slovic, (1997a) mengungkapkan bahwa untuk meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap suatu kebijakan, pembuat keputusan perlu untuk mempertimbangkan persepsi masyarakat. Chou et al., (2022a) mengungkapkan bahwa kajian persepsi masyarakat terhadap gempa bumi dapat digunakan untuk merancang strategi penanggulangan bencana yang lebih dapat diterima, dan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk bertahan dari dampak bencana. Studi yang dilakukan mengenai persepsi risiko dapat memberikan informasi berharga untuk intervensi perilaku masyarakat dalam melakukan tindakan kesiapsiagaan serta untuk memahami mengapa masyarakat gagal mempersiapkan diri dalam menghadapi bencana (Chesterman et al., 2019).
Kegagalan memahami risiko dapat menyebabkan pengabaian terhadap risiko gempa bumi, sehingga kegiatan untuk pengurangan risiko gempa bumi menjadi sulit utuk dilakukan. Seperti yang terjadi pada masyarakat Italia. Sebesar 80% masyarakat Italia yang tinggal pada zona paling rawan gempa bumi tidak memiliki persepsi yang benar mengenai risiko gempa bumi, kurangnya pengetahuan menyebabkan masyarakat mengabaikan risiko gempa bumi yang ada (Massimo et al., 2014). Data kejadian gempa bumi merusak selama 20 tahun di Indonesia juga menunjukkan fakta yang serupa. Kerugian yang ditimbulkan akibat bencana gempa bumi pada 7 kejadian gempa besar di Indonesia mencapai 128 T. Meskipun kegiatan pengurangan risiko bencana sudah diinisiasi sejak tahun 2005, namun hingga saat ini kerugian yang ditimbulkan akibat gempa bumi di Indonesia masih tinggi.
Apa yang dapat kita lakukan untuk menyikapi fakta ini?
Masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang berada pada kawasan risiko bencana gempa bumi, perlu memiliki pemahaman yang memadai terhadap risiko gempa bumi yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Kerugian yang ditimbulkan akibat bencana gempa bumi menunjukkan kegagalan dalam melakukan tindakan pencegahan serta kurangnya kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman gempa bumi. Pemahaman yang berbeda terhadap risiko gempa bumi menyebabkan perbedaan tanggapan dari masing-masing individu dalam menghadapi risiko gempa bumi, salah memahami risiko dapat berakibat pada buruknya tindakan persiapan yang dilakukan untuk menghadapi bencana gempa bumi. Kurangnya tindakan pada penilaian risiko, pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan dapat memperburuk risiko bencana masyarakat karena masyarakat menjadi rentan terhadap bencana gempa bumi.
Untuk mengurangi risiko bencana gempa bumi diperlukan peran aktif dari masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang berisiko terhadap bencana gempa bumi. Memahami persepsi masyarakat terhadap risiko gempa bumi dapat digunakan untuk merancang strategi penanggulangan bencana yang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia dan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk bertahan dari dampak bencana. Pemahaman masyarakat terhadap risiko secara komperhensif diperlukan sebagai pendorong masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan risiko, khususnya gempa bumi. Kondisi masyarakat yang telah memahami risiko gempa bumi menjadi pendorong masyarakat untuk mau dan mampu melakukan tindakan preventif untuk mengurangi risiko bencana yang mungkin terjadi kepadanya.
Manajemen risiko bencana gempa bumi di Indonesia menggunakan dasar penilaian risiko secara objektif (Indeks Risiko Bencana BNPB) untuk menentukan prioritas wilayah dan program pengurangan risiko yang dilakukan, terdapat potensi kesenjangan dalam penilaian risiko secara objektif dan penilaian risiko secara subjektif oleh masyarakat. Kesenjangan menjadi tantangan dalam manajemen risiko gempa bumi di Indonesia. Masyarakat yang berisiko terhadap bencana gempa bumi tidak memiliki persepsi risiko yang sesuai sehingga kegiatan pengurangan risiko menjadi sulit untuk dilakukan. Hambatan manajemen risiko gempa bumi yang diakibatkan oleh kurangnya persepsi risiko masyarakat disampaikan oleh Fakhruddin et al., (2020). Fakhruddin et al., (2020) mengungkapkan bahwa kurangnya persepsi risiko dan interpretasi yang tepat mengenai risiko dapat meningkatkan potensi risiko masyarakat meskipun penilaian risiko secara komperhensif telah dilakukan.
Lalu, apakah kerugian yang timbul akibat bencana gempa bumi di Indonesia salah satunya disebabkan oleh perbedaan pemaknaan risiko secara subjektif dan objektif?
Penulis: Resti Kinanthi*
Reviewer: Tim Prodi PKP Pascasarjana UGM
*Mahasiswa Program Doktor Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan UGM sekaligus Dosen dan Peneliti bidang Manajemen Bencana