Berbicara tentang pembangunan erat kaitannya dengan pemberdayaan, baik pada laki-laki maupun perempuan. Keduanya memiliki kontribusi masing-masing dalam menjawab peluang di bidang sosial-ekonomi dan pembangunan. Perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan seringkali dihubungkan dengan gender equality. Isu tersebut banyak dibicarakan sejak Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendeklarasikan emansipasi perempuan dengan memberikan persamaan hak, tanggung jawab, kesempatan, dan memprioritaskan pembangunan bagi perempuan.
Menurut FAO (2023), peran dari kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan menjadi langkah yang baik dalam keberlanjutan sistem pangan. Pengelolaan sumber daya manusia yang berorientasi pada peningkatan produksi, keahlian, dan produktivitas perlu diperhatikan agar kesetaraan gender terjamin dalam pembangunan inklusif. Perspektif tentang gender semakin berkembang seiring dengan kemajuan zaman dan teknologi sehingga pemahaman tentang perbedaan laki-laki dan perempuan penting untuk ditanamkan. Tantangan dan pengalaman yang berbeda dapat memberikan potensi dalam partisipasi di bidang sosial-ekonomi dan pembangunan. Hal inilah yang dapat mendukung kemajuan, adil, dan inklusif bagi segala kalangan.
Menilik kondisi Indonesia yang dijuluki sebagai negara agraris, maka inklusi gender banyak bersinggungan dengan pembagian peran dalam kegiatan pertanian. Selain itu, sebagian wilayah di Indonesia sendiri cukup kental dengan budaya soft patriarki. Pengaruh yang cukup besar dari budaya tersebut memengaruhi proses pembagian peran, pengambilan keputusan, dan norma yang berkembang di masyarakat. Aktivitas rumah tangga dalam kaitannya dengan gender umumnya mengenai keputusan dalam pengelolaan keuangan, norma dalam rumah tangga, kepemilikan aset, serta pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan.
Pengambilan keputusan umumnya dilakukan secara bersama-sama dengan sikap saling mendukung antara laki-laki dan perempuan (Acosta et al., 2020). Dalam praktiknya, terdapat pembagian peran antara keduanya meskipun tetap dilakukan bersama-sama. Terdapat fenomena unik yang ditemukan oleh Leder (2022) bahwa perempuan banyak yang bersedia untuk turut andil dalam pekerjaan yang identik dengan laki-laki, sementara laki-laki tidak banyak yang bersedia turut andil dalam pekerjaan yang identik dengan perempuan. Meskipun tidak semuanya demikian, namun hal itu dapat terjadi karena norma, budaya, dan lingkungan yang terbentuk di kalangan masyarakat.
Keputusan mengenai pembagian peran dapat dilihat dari aktivitas yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan. Umumnya, perempuan lebih banyak berperan dalam aktivitas mengelola keuangan, memastikan terpenuhinya gizi dan kebutuhan pangan keluarga, dan aktivitas parenting. Tidak jarang juga ditemukan perempuan menambah perannya dengan mengais rezeki untuk keluarganya. Disisi lain, laki-laki juga memiliki peran krusial sebagai nahkoda dalam jalannya bahtera rumah tangga. Hal-hal tersebut adalah contoh kecil gender dalam pembangunan inklusif dan pangan berkelanjutan di tingkat rumah tangga. Harapannya, jika tercipta inklusi gender dari tingkat rumah tangga dapat menjadi pilar terwujudnya pembangunan inklusif dan pangan berkelanjutan di tingkat yang lebih tinggi.
Penulis dan Reviewer: Tim Prodi PKP Pascasarjana UGM