Air bersih merupakan sumber kehidupan yang esensial bagi seluruh makhluk hidup tanpa kecuali. Selain air bersih, sanitasi yang layak juga menjadi komponen krusial dalam kehidupan dan tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan. Kemudahan akses terhadap sumber daya ini tidak hanya meningkatkan kesehatan masyarakat, tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial. Menurut Bank Dunia, masih ada sekitar 780 juta orang di seluruh dunia yang tidak memiliki akses terhadap air bersih dan lebih dari 2 milyar orang tidak memiliki akses terhadap sanitasi yang layak. Terbatasnya akses terhadap air bersih dan sanitasi menjadi masalah serius yang berdampak besar pada kesehatan. Ketidakcukupan akses tersebut menyebabkan munculnya penyakit menular seperti diare yang jika tidak ditangani dengan baik dapat berujung pada kematian.
Pascasarjana UGM
Kesehatan ekosistem laut menjadi hal krusial karena termasuk sumber kehidupan bagi milyaran orang dan berkontribusi dalam keseimbangan iklim global. Ekosistem laut sendiri terdiri atas berbagai unsur biotik (makhluk hidup) dan abiotik (komponen tidak hidup) yang saling berinteraksi. Laut tidak hanya menjadi penyedia sumber pangan dan hasil perikanan saja, namun juga menjadi penyerap polutan yang cukup vital bagi keberlangsungan hidup manusia. Hal ini berkaitan dengan tujuan global Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 14 tentang pelestarian dan pemanfaatan secara berkelanjutan sumber daya kelautan dan samudera.
Keluarga menjadi pondasi dan pilar penyangga suatu bangsa, apabila keluarga berkualitas maka dapat dipastikan akan terwujud bangsa yang berkualitas, karena dari keluarga akan dihasilkan sumber daya manusia yang berkualitas (Puspitawati, 2017). Pembangunan keluarga sendiri menjadi isu penting dan perlu mendapat perhatian suatu negara. Walaupun demikian, belum banyak keluarga yang memiliki kesadaran menanamkan fungsi keluarga. Data Survei Kinerja dan Akuntabilitas Program (SKAP) 2018 menunjukkan bahwa hanya 38% keluarga saja yang memiliki pemahaman dan kesadaran mengenai fungsi keluarga. Perempuan milennial, sebagai bagian dari keluarga memiliki peran yang esensial di satu sisi. Disisi lainnya, gempuran teknologi tidak dapat dielakkan sehingga sangatlah penting perempuan milenial memiliki kecerdasan digital karena berperan sebagai sumber informasi bagi keluarga (Veranita, 2023). Disisi yang lain lagi SDGs mengangkat isu ini dengan jelas, khususnya untuk tujuan 1, 3, dan 5. Berhubungan dengan hal tersebut, tim peneliti Prodi PKP UGM mengangkat aspek perempuan milenial dan kesejahteraan keluarga dalam rangka mendukung SDGs 3.
Yogyakarta (25/11/2024) Prodi Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan (PKP) Sekolah Pascasarjana UGM prodi S2/S3 melaksanakan kegiatan kuliah tamu bersama Prof. Dr. Ir. Gunawan, M. S., selaku peneliti terkemuka dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Kuliah tamu bertema “Strategi Kolaborasi Penelitian dan Publikasi” kali ini membawa perspektif baru kolaborasi riset strategis dalam mendorong inovasi yang berdampak dan memperoleh pendanaan untuk riset. Beliau berbagi pengalaman dan wawasan berharga kepada mahasiswa Pascasarjana, pada kesempatan ini disampaikan juga bagaimana menjadi peneliti muda mampu mengadopsi berbagai strategi praktis untuk meraih keberhasilan.
Di era saat ini, komunikasi pembangunan sudah berkembang dengan sangat pesat. Komunikasi pembangunan merupakan diskursus baru yang ada di Indonesia. Awal mulanya, kajian tentang komunikasi pembangunan masih terintegrasi dalam rumpun ilmu komunikasi. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan diselenggarakannya Kuliah Tamu dengan tema “Komunikasi Pembangunan” oleh Program Studi Magister dan Doktor Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada. Kegiatan yang dilaksanakan pada hari Sabtu, 23 November 2024 di Ruang Sidang A Lantai 5 menghadirkan dua narasumber kompeten. Beliau adalah Drs. Zulkarimien Nasution, M.Sc., yang merupakan dosen Departemen Ilmu Komunikasi, Universitas Indonesia sekaligus penulis buku-buku bidang komunikasi serta Hazairin Pohan, S.H., M.A., yang merupakan mantan Duta Besar Polandia. Adanya diskusi yang mengalir menjadi sarana yang sangat baik dalam bertukar pandangan, perspektif, dan menjadi refleksi seputar posisi Indonesia dalam hubungan Internasional.
Yogyakarta (23/11/2024) Prodi Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan (PKP) Sekolah Pascasarjana UGM prodi S2/S3 melaksanakan kegiatan kuliah tamu bersama Drs. Zulkarimein Nasution, M.Sc. selaku penulis berbagai buku komunikasi terutama kajian pembangunan dan Hazairin Pohan, S.H., M.A selaku mantan Duta Besar (Dubes) Polandia. Kuliah tamu dengan tema “Visi Holistik untuk Masa Depan Indonesia: Menyeimbangkan Kemajuan Ekonomi dengan Pengambangan Berfokus pada Karater”, membawa perspektif baru bagaimana menjawab tantangan baru dalam melihat fenomena pembangunan hari ini, terutama dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Salah satu mahasiswa magister Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan Universitas Gadjah Mada, Nabila Qurrota Aini, menjadi pembicara dalam Webinar “Islamic Philanthropy in Indonesia”. Acara tersebut diadakan pada tanggal 10 November 2024 di Vishwaneedam Center for Asian Blossoming and Madras Institute of Development Studies, Chennai. Selain Nabila, terdapat dua narasumber lain, yaitu Syamsul Ardiansyah dari Dompet Dhuafa dan Dr. A. Osman Farah dari Copenhagen University, Denmark. Acara ini dipandu oleh Prof. Ananta Kumar Giri dari Vishwaneedam Center for Asian Blossoming and Madras Institute of Development Studies. Isu mengenai peran filantropi islam terhadap program pembangunan berkelanjutan di Indonesia menjadi topik hangat yang didiskusikan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencanangkan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 17 tentang Zero Hunger atau tanpa kelaparan. Ditargetkan pada tahun 2030 esok dapat tercapai dengan menuntaskan kelaparan, terciptanya ketahanan pangan, dan gizi yang membaik bagi seluruh masyarakat. Di skala nasional, angka kelaparan sudah ada kemajuan sedikit demi sedikit. Data dari Global Hunger Index (GHI) menyatakan bahwa Indonesia menduduki peringkat 73 dari 116 negara dan berada di kategori “serius” tahun 2021 lalu. Selama dua dekade terakhir, jumlah penduduk Indonesia yang kurang gizi memang mengalami penurunan, tetapi masih terdapat 28% anak dengan BB rendah dan 37% balita stunting. Isu tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya faktor pendidikan yang rendah, kondisi perekonomian yang tergolong miskin, bahkan dipengaruhi juga oleh alih fungsi lahan yang berdampak pada ketahanan pangan nasional.
Salah satu masalah lingkungan terbesar yang dihadapi dunia saat ini adalah sampah. Setiap tahun, jutaan ton sampah dihasilkan dan sebagian besar berakhir di tempat pembuangan akhir atau bahkan mencemari laut dan ekosistem. Dampak dari limbah ini tak hanya dirasakan oleh lingkungan, tetapi juga kesehatan manusia serta kehidupan satwa. Seiring dengan meningkatnya populasi dan konsumsi, tantangan ini semakin mendesak untuk diatasi.
Namun, seberapa besar peran kita dalam masalah ini? Dan apa solusi yang bisa diterapkan secara efektif untuk mengurangi krisis sampah global? Isu sampah sejalan dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya pada tujuan ke-11 (Kota dan Komunitas Berkelanjutan), tujuan ke-12 (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab), serta tujuan ke-14 (Ekosistem Lautan). Pengelolaan sampah yang baik dan berkelanjutan menjadi krusial untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Namun, sebelum kita bicara tentang solusi, penting untuk memahami berbagai penyebab sampah yang terus meningkat setiap tahunnya.
Belum optimalnya pengelolaan sektor pertanian di perdesaan menjadi tantangan bagi petani dan stakeholders. Selama kurun waktu 2013-2023 jumlah usaha pertanian mengalami penurunan yaitu sebesar 2,35 juta unit atau sekitar 7,42 persen (Sensus Pertanian, 2023). Jumlah petani gurem di Kabupaten Sleman sangat tinggi, mencapai 93,60%. Hal ini menjadi faktor penghambat juga bagi petani untuk bisa efisien dalam mengelola usaha pertaniannya. Jumlah lahan yang semakin kecil karena sistem budaya warisan dan adanya fragmentasi lahan menjadi kompleksitas masalah tersendiri. Penyusutan lahan memang tidak bisa dihindari, itulah sebabnya dibutuhkan inovasi dan pemanfaatan teknologi untuk optimalisasi lahan yang sudah ada agar produktivitas tinggi dan mampu memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa, tantangan sektor pertanian yaitu keterbatasan kapasitas menejemen, tingkat adopsi inovasi petani generasi tua dan lemahnya kelembagaan, selain itu rendahnya minat generasi muda menekuni sektor pertanian juga menjadi tantangan tersendiri (Rahimi-Feyzabad et al., 2020; Safe’i et al., 2022). Generasi muda yaitu milenial dan post milenial memiliki potensi dan memainkan peran penting bagi adopsi inovasi karena generasi muda lebih peka dan terampil memanfaatkan teknologi (Dixit et al., 2023; Timsina et al., 2023). Daya saing dan pengembangan pertanian di perdesaan harapannya akan tercapai jika ada perbaikan manajemen dan pemanfaatan teknologi dalam pengelolaan pertanian secara agribisnis dari hulu sampai hilir serta memberikan nilai tambah pada produk olahan pertanian (Faqih et al., 2020).