Dalam satu dekade terakhir, kemunculan ojek online dan layanan pesan-antar makanan telah mengubah pola hidup masyarakat Indonesia secara signifikan. Dari sekadar alat transportasi, ojek online kini menjelma menjadi bagian dari ekosistem ekonomi digital yang kompleks, melibatkan jutaan pengemudi, pelaku usaha mikro, hingga konsumen dari berbagai lapisan sosial. Fenomena ini tidak hanya merepresentasikan kemajuan teknologi informasi, tetapi juga menggambarkan dinamika pergeseran sosial-ekonomi baru yang erat kaitannya dengan upaya pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).
sdgs 5: kesetaraan gender
Salah satu permasalahan yang sering dihadapi namun sering tidak disadari yaitu tipu muslihat dalam komunikasi atau sering disebut deceptive communication. Keterampilan ini dapat membantu kita untuk memahami situasi dalam percakapan sehari-hari. Ketika berbicara mengenai deceptive communication, tidak hanya membahas mengenai kebohongan yang gamblang saja. Tentunya kebohongan tetap termasuk di dalamnya, namun mencakup aspek yang lebih luas. Deceptive communication memiliki dampak yang signifikan dalam interaksi interpersonal sehari-hari. Berdasarkan Solbu & Frank (2019) dalam Burgoon (2021) dalam Levine (2022), terdapat beberapa bentuk deception yang dapat kita temui, sebagai berikut:
Keluarga merupakan struktur lapisan masyarakat terkecil dan yang utama. Pergeseran dalam dinamika keluarga karena adanya perubahan sosial memunculkan peran baru perempuan sebagai kepala keluarga. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2023) tentang Data Perempuan Kepala Keluarga berdasarkan Wilayah Tahun 2017 – 2023, perempuan yang menjadi kepala keluarga disebabkan oleh adanya adaptasi terhadap hasil dari dinamika sosial, ekonomi, dan budaya yang terus berubah seiring berjalannya waktu. Fenomena tersebut memunculkan tantangan baru yaitu seringkali terdapat diskriminasi dalam pembangunan yang menyebabkan pengakuan terhadap hak dan kekuasaan perempuan sebagai kepala keluarga lebih terbatas jika dibandingkan dengan laki-laki.
Rabu (16/04/25), menjadi kesempatan istimewa bagi mahasiswa S3 Prodi Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana, UGM untuk mengikuti Kuliah Lapangan Lumbung Mataraman. Kegiatan ini diadakan sebagai upaya untuk mempersiapkan calon lulusan agar lebih siap dalam berkontribusi dalam pembangunan masyarakat berbasis inovasi, kepemimpinan, dan perubahan berkelanjutan. Kegiatan ini dilaksanakan di Kalurahan Guwosari, Kapanewon Pajangan, Kabupaten Bantul, DIY.
Lumbung Mataraman adalah program yang digagas untuk mendorong kemandirian pangan masyarakat sebagai antisipasi krisis angan. Lumbung Mataraman menjadi contoh nyata implementasi inovasi pertanian berkelanjutan, pemberdayaan masyarakat, serta kepemimpinan berbasis kearifan lokal. Pemberdayaan masyarakat di Lumbung Mataraman bertujuan untuk membagikan pengetahuan (transfer knowledge) dengan melihat representatif masyarakat melalui kemitraan bersama dalam membangun ketahanan pangan menuju generasi emas. Selama mengikuti kuliah lapangan, mahasiswa diajak untuk mengobservasi inovasi, strategi komunikasi pembangunan, proses transformasi, resiliensi, dan perubahan masyarakat dengan adanya inovasi dan pengelolaan Lumbung Mataraman. Selain itu, mahasiswa juga diajak untuk menganalisis keberhasilan dan tantangan pengelolaan sumber daya lokal serta ketahanan pangan berbasis komunitas.
Tujuan pembangunan berkelanjutan khususnya poin nomor 5 (kesetaraan gender) tidak akan tercapai tanpa adanya komunikasi efektif untuk mendorong partisipasi aktif masyarakat didalamnya. Salah satu caranya dapat dilakukan melalui pendekatan Theatre for Development (TfD) untuk membangkitkan partisipasi masyarakat. Sebagai medium komunikasi pembangunan, TfD didukung oleh adanya proximity dan kebutuhan hiburan yang bernuansa “lokal” sehingga menjadi modal awal untuk mensosialisasikan beragam isu pembangunan kepada masyarakat. Pendekatan TfD dalam masyarakat bisa dimanfaatkan untuk membedah sejarah budaya pada seni pertunjukan rakyat.
Air bersih merupakan sumber kehidupan yang esensial bagi seluruh makhluk hidup tanpa kecuali. Selain air bersih, sanitasi yang layak juga menjadi komponen krusial dalam kehidupan dan tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan. Kemudahan akses terhadap sumber daya ini tidak hanya meningkatkan kesehatan masyarakat, tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial. Menurut Bank Dunia, masih ada sekitar 780 juta orang di seluruh dunia yang tidak memiliki akses terhadap air bersih dan lebih dari 2 milyar orang tidak memiliki akses terhadap sanitasi yang layak. Terbatasnya akses terhadap air bersih dan sanitasi menjadi masalah serius yang berdampak besar pada kesehatan. Ketidakcukupan akses tersebut menyebabkan munculnya penyakit menular seperti diare yang jika tidak ditangani dengan baik dapat berujung pada kematian.
Terciptanya lingkungan yang adil dan inklusif menjadi salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Dalam hal ini diharapkan dapat memberikan ruang gerak yang lebih banyak bagi setiap individu dalam berpartisipasi di segala aspek kehidupan. Ketersediaan infrastruktur dalam perindustrian yang ramah bagi penyandang difabel perlu mendapat perhatian khusus. Tujuannya agar penyandang difabel dapat turut serta secara aktif dan tidak merasa tertinggal dalam upaya mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, dapat diartikan bahwa kemudahan akses yang inklusif dan ramah difabel menjadi pondasi yang penting dalam kesetaraan global.