Inovasi Desa Banyuroto sebagai Desa Proklim
Meningkatnya perubahan iklim global menyebabkan kebutuhan untuk melindungi dan menjaga lingkungan alam semakin mendesak. Di Indonesia, tepatnya di Kabupaten Magelang, sebuah desa menarik perhatian sebagai percontohan dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Desa Banyuroto sebagai desa Proklim, melalui inisiatif inovatif, telah berhasil menggagas solusi-solusi berkelanjutan yang berdampak positif pada lingkungan, perekonomian, dan masyarakat di sekitarnya.
Desa Banyuroto terletak di kaki Gunung Merbabu, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Desa ini dianggap sebagai contoh terbaik dalam mengintegrasikan strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim ke dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Proklim ialah singkatan dari Program Kampung Iklim, merupakan program berlingkup nasional yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Proklim bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dan pemangku kepentingan untuk melakukan penguatan kapasitas adaptasi terhadap dampak perubahan iklim dan penurunan emisi gas rumah kaca, serta memberikan pengakuan terhadap upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang telah dilakukan, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan di tingkat lokal sesuai dengan kondisi wilayah.
Adapun inovasi yang telah dilakukan oleh Desa Banyutoro, diantaranya; aksi adaptasi, yang meliputi penampungan air hujan dan penggunaan lubang biopori, serta peningkatan ketahanan pangan melalui penanaman mengikuti pola terasering dan tumpang sari. Kemudian aksi mitigasi, yang meliputi menciptakan energi baru terbarukan melalui biogas dan aktivitas pengelolaan sampah yang terintegrasi.
Desa Banyuroto telah menerima dua kali penghargaan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pertama, penghargaan Proklim Kategori Utama tahun 2019. Kedua, Penghargaan sebagai Desa Proklim Kategori Lestari tahun 2022, karena berhasil menjalankan program pelestarian lingkungan.
Aksi Adaptasi : Pemanenan Air Hujan dan Pertanian Berkelanjutan
Desa Banyuroto telah menjadi laboratorium hidup untuk berbagai inovasi dalam bentuk aksi adaptasi dan mitigasi, sehingga meningkatkan ketahanan pangan, serta melindungi sumber daya alam. Desa Banyuroto berada di kawasan penyangga Taman Nasional Gunung Merbabu dan memiliki potensi desa kebun strawberry dan sayuran, bumi perkemahan, serta menjadi jalur pendakian Gunung Merbabu.
Aksi Adaptasi yang dilakukan oleh Desa Banyuroto adalah memanen air hujan melalui penampungan air. Pemanenan air hujan dapat melalui embung, pembuatan penampungan air hujan, dan pembuatan kolam ikan. Selain itu, Desa Banyuroto juga menggunakan lubang resapan biopori, dari yang awalnya hanya 10 lubang biopori di tahun 2019, pada tahun 2022 meningkat menjadi 403 biopori.
Lubang biopori yang diletak di atas mata air berpengaruh pada peningkatan debit mata air. Sehingga, saat musim kemarau, mata air tidak menghilang, meskipun ada kemungkinan debit air menurun. Melalui program ini, 75% air di Kecamatan Sawangan ini disuplai oleh Desa Banyuroto.
Meskipun dilampahi air yang banyak, masyarakat Banyuroto tetap melakukan penghematan penggunaan air dengan menggunakan kembali air yang sudah mereka pakai. Limbah air ini dapat mereka gunakan kembali ketika musim kemarau. Satu limbah rumah tangga menghasilkan 15 L air, setidaknya dalam sehari, 1461 KK dapat menghemat total 21.915 liter air.
Selain melakukan penghematan air, Desa Banyuroto juga membuat perlindungan mata air dengan menanam vegetasi di sekitar mata air. Terdapat kenaikan 6 Ha penanaman dari tiga tahun terakhir dan terdapat lebih dari 43.300 jumlah tanaman yang telah tumbuh di Banyuroto.
Dengan tipologi wilayah berupa dataran tinggi dengan rata-rata ketinggian 1.300 Mdpl, potensi ini dimanfaatkan masyarakat untuk membuat pola terasering pada pertanian mereka. Selain itu mereka juga melakukan pola tanam heterokultur (tumpang sari) pada tanaman cabai, kobis, sawi, loncang, dan seledri. Sehingga memberikan nilai ekonomi mencapai Rp 424.300.000/ha/tahun. Dengan lahan tumpang sari seluas 342, maka potensi nilai ekonomi mencapai 145 M lebih setiap tahunnya.
Disamping menggunakan pola tumpang sari, peningkatan ketahananan pangan juga dilakukan melalui pertanian terpadu dan sistem irigasi, serta penganekaragaman tanaman pangan hingga pemanfaatan lahan perkarangan. Masyarakat juga memilih komoditas yang tahan iklim, sehingga saat kemarau tiba, mereka tetap memiliki sumber pangan.
Aksi Adaptasi : Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan
Selain melakukan aksi adaptasi melalui program sanitasi dan air bersih, Desa Banyuroto juga melakukan aksi mitigasi untuk menciptakan energi baru terbarukan, konservasi, dan penghematan energi. Umumnya, masyarakat bekerja sebagai petani dan peternak. Kotoran ternak tentu akan menjadi limbah lingkungan, sehingga mereka memanfaatkan limbah ternak untuk pertanian.
Pemerintah desa bekerjasama dengan Yayasan Rumah Energi membangun instalasi pengolahan limbah kotoran sapi menjadi biogas. Tahun 2022, sudah terdapat 10 unit biogas. Biogas sangat bermanfaat untuk masyarakat, terutama untuk keperluan sehari-hari, seperti memasak. Aktivitas ini mengurangi dampak kerusakan hutan akibat penebangan liar untuk mencari kayu bakar.
Kemudian, masyarakat juga melakukan pengelolaan limbah padat. Mulai dari pewadahan dan pengumpulan sampai, pengomposan, hingga melakukan kegiatan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dalam bentuk kerajinan tangan atau homemade bekas sampah.
Dengan inovasi melalui aksi adaptasi dan aksi mitigasi ini, desa Banyuroto telah berhasil melaksanakan penyelamatan sumber air dan membangun energi baru terbarukan. Serta menyabet berbagai penghargaan desa Proklim dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Peran Masyarakat dalam Mendukung Terwujudnya Proklim
Pemerintah desa Banyuroto menyadari pentingnya pendidikan dan kesadaran masyarakat dalam memperkuat upaya membangun program kampung iklim. Mereka melibatkan masyarakat dalam program-program pelatihan dan penyuluhan mengenai energi terbarukan, pengelolaan sampah, dan praktik pertanian berkelanjutan.
Melalui inisiatif Desa Proklim, masyarakat telah merasakan dampak positif secara ekonomi, sosial, dan lingkungan. Pemanfaatan penampungan air membuat desa dapat memanen air dan dapat dimanfaatkan sebagai kebutuhan sehari-hari masyarakat. Pengembangan energi terbarukan telah berhasil menghemat pengeluaran gas untuk masak dan mengurangi penebangan pohon akibat kebutuhan kayu bakar. Pertanian berkelanjutan melalui pemanfaatan penanaman pola terasering dan tumpang sari, serta menggunakan pupuk bekas limbah organik telah meningkatkan kualitas hasil panen dan membuka peluang perekonomian yang lebih baik. Selain itu, pengelolaan sampah yang terintegrasi menciptakan peluang kerja di sektor daur ulang dan kerajinan tangan.
Maka, tidak heran jika pemerintah desa menyatakan bahwa masyarakat memiliki kesadaran yang tinggi terhadap perubahan di lingkungan mereka. Kehadiran masyarakat dalam rapat-rapat rutin, mulai dari pemuda, dewasa, kaum wanita, hingga perangkat desa, sangat mendukung terwujudnya desa Proklim ini. Perangkat desa juga menerima ide dan masukkan dari masyarakat, sebagai langkah awal dalam membuat perubahan.
Desa Banyuroto, Kabupaten Magelang, telah menjadi teladanan menghadapi perubahan iklim dengan inovasi lokal berkelanjutan. Melalui aksi adaptasi dan aksi mitigasinya, des aini telah berhasil mencapai hasil yang mengesankan sehingga beberapakali mendapatkan penghargaan dari pemerintah pusat. Desa Banyuroto sebagai desa Proklim memberikan inspirasi bagi desa-desa di seluruh Indonesia untuk mengadopsi praktik ramah lingkungan dan memberikan dampak positif, baik dari segi lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Penulis : Voettie Wisataone
Reviewer : Kaprodi PKP