Tahun 2024, memasuki sewindu usia peringatan Hari UMKM Nasional (Harnas UMKM). Kali pertama Harnas dilaksanakan pada 12 Agustus 2016. Momen perdana yang diikrarkan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi pondasi untuk meningkatkan eksistensi UMKM dan kinerjanya.
UMKM dan SDGs
Secara mendasar pengembangan UMKM sebagai upaya untuk mengentaskan kemiskinan. Tingkat kemiskinan di Indonesia diperkirakan mencapai 9,17 s.d 9,34% pada tahun 2024 dan angka ini menurun dari 9,36% pada 2023 (www.bps.go.id/id, 17/7/23). Upaya ini tentu tidak lepas dari bentuk komitmen bangsa Indonesia untuk berperan serta aktif mewujudkan tujuan agenda global yang tertuang dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu tanpa kemiskinan.
UMKM diposisikan sebagai sektor unggulan bagi perekonomian bangsa termasuk di US dan beberapa negara di Eropa (Spickett-Jones & Eng, 2006; Zerfass & Winkler, 2016). Bila dirunut secara temporal, di Indonesia kondisi ini sudah berlangsung jauh lebih lama sebelum Harnas ditetapkan. Selain berkontribusi dalam aspek perekonomian, UMKM juga memiliki kekuatan daya serap yang tinggi terhadap tenaga kerja (Widyastuti, 2023).
Kini, peluang mengembangkan sektor UMKM semakin menggeliat dengan semaraknya pemanfaatan media berbasis internet. Bahkan secara nasional, pemerintah terus mengampanyekan transformasi digital bagi UMKM sebagai solusi memulihkan kondisi perekonomian pasca pandemi Covid-19.
Beraneka stimulan ditampilkan untuk menumbuhkan UMKM berbasis digital. Gambaran paling dekat yakni topik yg diusung pada peringatan Harnas UMKM tahun 2023, “Transformasi UMKM Masa Depan”. Melalui tema ini pemerintah mendorong UMKM bertransformasi digital dan dapat memperluas jaringan pemasaran melalui e-commerce (Wibawana, 10/08/23). Begitu juga tahun 2022 bertajuk, “UMKM Juara dengan Digital”. Tema-tema ini kemudian menjadi basis pengembangan program pemerintah di level yang lebih rendah.
Secara umum, digitalisasi bisa berperan sebagai enablers dan bisa sebagai disrupsions. Keberadaan teknologi digital mampu menawarkan fleksibilitas, kecepatan hingga akurasi. Bahkan secara real time menyajian sesuatu secara bersamaan. Di sisi lain, kondisi ini memberi dampak perubahan yang cukup massif di beberapa tatanan sistem termasuk sistem UMKM.
Transformasi UMKM: Sudahkah ideal?
Seiring manuver yang begitu lincah, sektor UMKM bertransformasi menjadi UMKM berbasis digital. Pergeseran ini dijumpai melalui ragam informasi digitalisasi. Kajian awal menunjukkan bahwa wacana digitalisasi UMKM berangkat dari adanya mekanisme pelaksanaan transaksi non-tunai dalam sistem pengelolaan keuangan.
Evolusi terus berlangsung hingga muncul revolusi industri 4.0 yang memicu pergerakan UMKM dari proses hulu ke hilir. Pelaku usaha terus dimotivasi untuk memanfaatkan beragam terobosan inovasi teknologi baru dalam sektor usaha mulai dari pengadaan bahan dasar hingga sampai ke pengguna akhir. Aneka stimulan berkembang, seperti e-commerce maupun sistem pembayaran secara cashless menggunakan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard).
Wacana ini semakin dinamis dan bersifat kontingensi—suatu kondisi yang penuh dengan ketidakpastian (Seidl, 2004). Ragam informasi yang ada, bisa jadi diterima atau justru ditolak merujuk pada kepentingannya. Tentu ini memunculkan kontingensi berbeda pada level pemaknaannya.
Realitas menarik ditunjukkan pada ranah pemahaman makna, digitalisasi UMKM yang berkembang di Indonesia identik dengan penggunaan teknologi digital. Seperti pada penuturan yang dibangun oleh pemerintah pada Harnas tahun 2023 bahwa transformasi UMKM masa depan, salah satunya ditandai dengan masuknya UMKM pada platform digital (Riswan, 09/08/23).
Beberapa fakta lain seperti tergambar pada studi kasus di DIY, pergeseran UMKM berbasis digital ditandai dengan berkembang platform digital, pendampingan digital marketing yang mengarahkan pemasaran menggunakan media online maupun e-commerce. Banyak dijumpai berbagai program dari pemerintah maupun beberapa stakeholder yang merujuk pada intervensi teknologi (Widyastuti, 2023).
Idealnya, transformasi digital bukan sekadar bicara teknologi namun terdapat aspek esensial yang berorientasi pada humanity centric—pengembangan yang berfokus pada keberlanjutan jangka panjang dibandingkan sebatas keberadaan teknologi. Sistem UMKM bekerja dengan logika kode biner yang mencakup sejahtera/ tidak sejahtera, berdaya/ tidak berdaya, mandiri/ tidak mandiri, unggul/ lemah. Artinya transformasi digital UMKM tidak hanya berkaitan dengan teknologi namun aspek kultural, sumber daya manusia, maupun aspek ekonomi menjadi esensial.
Atas dasar kecenderungan ini maka diperlukan upaya tindak lanjut dan kebijakan untuk perubahan yang ideal. Selanjutnya, komunikasi ditempatkan sebagai komponen utama dari sistem sosial untuk mengejawantah upaya strategis transformasi digital. Elemen dasar ini membantu mendaratkan kebutuhan yang relevan dalam mengembangan UMKM. Kematangan secara kultural dalam merespons kompleksitas lingkungan pun turut menjadi faktor yang fundamental. Pada titik inilah bekerjanya sistem dalam logika biner menjadi hal mendasar sebagai pondasi dalam transformasi digital sektor UMKM berkelanjutan nantinya.
Penulis: Dhyah Ayu Retno Widyastuti*
Reviewer: Tim Prodi PKP Pascasarjana UGM
*Alumni Program Studi Doktoral Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan Universitas Gadjah Mada; Dosen Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta