
Di tengah arus modernisasi, Kampung Wisata Budaya Tenun di Kota Samarinda menjadi simbol
ketahanan budaya lokal. Sejak didirikan pada tahun 1668, kampung ini tidak hanya melestarikan tradisi
tenun, tetapi juga menjadi pusat pemberdayaan masyarakat dan penggerak perekonomian daerah. Penenun, yang memang adalah Perempuan memiliki peran vital dalam menjaga keberlanjutan warisan
budaya ini.
Kain tenun Samarinda dibuat dengan teknik tradisional yang diwariskan secara turun-temurun. Keahlian ini menjadi aset penting bagi para penenun untuk memberdayakan diri mereka, baik secara ekonomi maupun sosial. Meski sebagian besar penenun adalah wanita berusia di atas 40 tahun, mereka tetap gigih menjaga keberlanjutan tradisi ini. Dengan memanfaatkan benang sutra impor berkualitas tinggi, mereka menciptakan sarung Samarinda yang terkenal dengan kehalusannya dan menjadi kebanggaan Kalimantan Timur.
Kain tenun Samarinda telah menjadi ikon perekonomian daerah. Sebagai produk unggulan, kain ini
sering dijadikan souvenir khas Kalimantan Timur, bahkan pernah menjadi bagian dari pakaian dinas resmi pemerintah. Produksi kain tenun sebagian besar didasarkan pada permintaan khusus, seperti untuk acara nasional hingga perayaan keagamaan, yang menciptakan peluang bisnis besar bagi para penenun. Namun, terdapat tantangan besar dalam pemasaran. Banyak penenun hanya bergantung pada jejaring pemasaran terbatas dan menjual produk mereka melalui pedagang pengumpul. Kendala seperti ini sering memaksa mereka untuk menjual di bawah harga pasar, demi tetap berputarnya roda perekonomian keluarga. Meskipun kaya akan potensi, keberadaan Kampung Wisata Budaya Tenun menghadapi tantangan serius.
Penurunan jumlah penenun yang signifikan dan berkurangnya minat generasi muda dalam meneruskan
budaya menenun menunjukkan perlunya adanya perhatian khusus dari pemerintah, swasta, maupun
masyarakat. Selain itu, lingkungan kampung yang minim sarana prasarana turut memengaruhi daya tarik wisata. Pemerintah dan masyarakat perlu bersinergi untuk mengatasi berbagai kendala ini. Penyediaan infrastruktur yang memadai, peningkatan kesadaran wisata, dan promosi produk secara digital adalah langkah penting untuk mendukung keberlanjutan kampung ini.
Kampung Wisata Budaya Tenun adalah contoh nyata bagaimana tradisi dapat menjadi motor penggerak
pemberdayaan dan ekonomi. Dengan membangun jaringan sosial yang kuat dan memperkuat rasa
kebersamaan, masyarakat kampung dapat terus menjaga identitas ruang mereka. Penenun bukan hanya
pengrajin kain, tetapi juga penjaga sejarah dan budaya yang menjadi fondasi ekonomi lokal.
Penulis: Devi Triwidya Sitaresmi (mahasiswi Program Studi S3 PKP Universitas Gadjah Mada)
Reviewer: Tim Prodi PKP Pascasarjana UGM