Salah satu permasalahan yang sering dihadapi namun sering tidak disadari yaitu tipu muslihat dalam komunikasi atau sering disebut deceptive communication. Keterampilan ini dapat membantu kita untuk memahami situasi dalam percakapan sehari-hari. Ketika berbicara mengenai deceptive communication, tidak hanya membahas mengenai kebohongan yang gamblang saja. Tentunya kebohongan tetap termasuk di dalamnya, namun mencakup aspek yang lebih luas. Deceptive communication memiliki dampak yang signifikan dalam interaksi interpersonal sehari-hari. Berdasarkan Solbu & Frank (2019) dalam Burgoon (2021) dalam Levine (2022), terdapat beberapa bentuk deception yang dapat kita temui, sebagai berikut:
- Berbohong secara terang-terangan (outright lying)
- Melebih-lebihkan (exaggeration) atau meremehkan (minimization) suatu hal
- Menghilangkan sebagian informasi (omission)
- Mengelak atau pernyataan ambigu
- Memutarbalikkan fakta (distortion)
- Kebohongan dengan tujuan baik (white lies)
- Berpura-pura tidak tahu (feigning ignorance)
- Mengubah topik pembicaraan

Umumnya, deceptive communication dilakukan karena seseorang memiliki tujuan dan alasan tersendiri. Terkadang seseorang yang menerapkan komunikasi deceptive biasanya tidak melakukannya hanya untuk bersenang-senang atau bercanda saja, namun terdapat motivasi atau intensi yang melatarbelakanginya. Sebab komunikasi deceptive dilakukan secara sadar atau disengaja. Kebanyakan bertujuan untuk melindungi diri sendiri atau orang lain, untuk memperoleh manfaat tertentu, atau karena faktor situasional. Menurut Levine (2019), meskipun tidak ada satu ciri yang pasti untuk mengatakan bahwa seseorang sedang berbohong, setidaknya terdapat beberapa ciri-ciri yang bisa diamati, seperti kontradiksi dalam pernyataan yang disampaikan, kurangnya detail dari informasi yang disampaikan, menambahkan banyak detail informasi yang tidak relevan, menggunakan kata-kata persuasif, terdapat perubahan dalam irama atau intonasi bicara, kontak mata, dan gestur tubuh.
Deceptive communication merupakan bagian dari interaksi dalam komunikasi sehari-hari dengan orang lain. Mayoritas orang tidak sadar telah melakukan hal itu atau mungkin sebenarnya sering mengamati hal yang janggal dari cara bicara orang lain yang meragukan. Dengan memahami bentuk komunikasi deceptive, alasan yang melatarbelakangi, serta ciri-cirinya maka diharapkan dapat menjadi pendengar yang lebih baik dan komunikator yang mampu menyampaikan pesan dan intensi dengan tepat. Selain itu, diharapkan dapat membentuk awareness dengan metode deception dalam percakapan sehari-hari dan mendorong kejujuran dalam proses interaksi kita dengan orang lain. Sebab pada akhirnya, hubungan interpersonal yang baik perlu dibangun atas dasar kepercayaan, dan kepercayaan itu membutuhkan konsistensi, kejujuran, dan ketegasan dalam komunikasi.
Penulis: Yayan Restyandi (Mahasiswa Program Magister S2 Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada)
Reviewer: Tim Prodi PKP Pascasarjana UGM